Home » » Masyarakat Sipil : Tantangan dan Jalan Keluar Dilema Sosial

Masyarakat Sipil : Tantangan dan Jalan Keluar Dilema Sosial

Written By Unknown on Senin, 30 Desember 2013 | 01.23

Masyarakat Sipil

Oleh:
Sukma Hari Purwoko[1]
 “Masyarakat Sipil sebagaimana hanya dikembangkan oleh borjuis; organisasi sosial secara langsung mengembangkan produksi dan perdagangan, yang dalam setiap zaman membentuk dasar negara dan sisa suprastruktur…” (Marx & Engels) 
            Civil Society atau masyarakat sipil adalah sebuah konsep. Keharusan terhadap manusia untuk dapat memainkan secara cantik dua peran alamiahnya, yaitu peran sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, ditandai sebagai embrio munculnya konsep civil society. Karena adanya keharusan tersebut, civil society tampil sebagai gugus yang terletak di antara individu dan Negara.
Seorang pemikir Prancis, Benjamin Constant (1833), menjabarkan makna masyarakat sipil sebagai gagasan yang mempunyai arti dalam dunia modern. Oleh karena itu masyarakat sipil disebut sebagai produk peradaban. Perjalanan peradaban manusia dari zaman pra-modern sampai saat ini merupakan dampak dari adanya proses modernisasi. Modernisasi adalah proses yang tidak bisa dihindari di Negara manapun di dunia ini, proyek besar dunia yang tidak akan pernah selesai. Dalam prosesnya ‘civil society’ memiliki peran yang sangat penting. Adanya dari relasi kausal antara masyarakat sipil dan modernisasi (Baca:Peradaban) ini, menjadikan masyarakat sipil menjelma menjadi sebuah konsep yang dipertaruhtandingkan melawan suatu kekuatan besar, yaitu; Negara.
Definisi lain mengatakan bahwa masyarakat sipil merupakan organisasi sukarela yang terletak antara individu dan Negara[2]. Asumsi dasarnya adalah karena setiap manusia memiliki hak-hak yang sama dalam kondisi alamiah, maka masyarakat sipil merupakan satu-satunya tempat bagi manusia untuk dapat mengeksplorasi dirinya, menggali potensi-potensi yang dimiliki, dan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Singkat kata, civil society mendorong manusia untuk maju.
Masyarakat sipil oleh Alexis de Toucqueville (1840) digambarkan sebagai seni asosiasi yang mempertemukan antar individu yang tidak saling mengenal untuk melakukan kerjasama dan mencapai tujuan. Dalam istilah lain, Edmund Burke, aristokrat Irlandia, membahasakan masyarakat sipil sebagai peleton-peleton kecil yang membentuk ikatan kuat, yang tidak dapat dipisahkan oleh kekuatan apapun, sekalipun Negara.
Masyarakat Sipil dan Kebebasan
            Masyarakat sipil dan kebebasan berjalan beriringan. Akan ada masyarakat sipil jika ada kebebasan, dan juga, tidak akan pernah ada kebebasan jika masyarakat sipil tidak terbentuk. Sebab, adanya pengakuan terhadap freedom maka stimulus manusia untuk membentuk sebuah agregasi sosial akan tumbuh dan tergerak.
            Kebebasan adalah nilai yang paling berharga karena kebebasan adalah basis semua nilai lain. Kebebasan member makna kepada nilai-nilai lain dan memungkinkan kita menalani hidupnmenurut apa yang akan dan telah kita pilih kendati juga menuntut pembatasan untuk tidak campur tangan dalam kehidupan orang lain. Contoh; kebebasan berasosiasi. Manusia diberi kebebasan untuk berasosiasi atau bekerjasama dengan siapapun yang dikehendakinya untuk mencapai tujuan apapun, kecuali bersekongkol melawan kebebasan orang lain[3]. Filsuf Inggris John Locke (1690) mempunyai pengaruh besar atas pemikiran modern dalam perihal ini. dia menyatakan sebagai hukum fundamental alam yang menggambarkan keterkaitan antara civil society, freedom, and inalienable rights bahwa “tidak ada seorang pun yang boleh mencelakai orang lain dalam hal kehidupan, kesehatan, kebebasan atau hak miliknya”. Hak-hak atas kehidupan, kebebasan, dan kepemilikan ini menyiratkan kewajiban untuk tidak mencelakai kehidupan, kebebasan, dan kepemilikan orang lain. Hak-hak dan kewaiban-kewaiban ini adalah murni berasal dari dalam diri manusia, bukan diberi oleh penguasa-penguasa. Oleh karena itu pemerintah atau Negara dibentuk guna melindungi hak-hak (Baca:hak-hak alamiah) ini.
            Berangkat dari fungsi pokok dibentuknya Negara maka adanya jaminan terhadap terbentuknya masyarakat sipil merupakan salah satu kunci untuk mewujudkan fungsi pokok Negara. Ketika Negara telah memberikan jaminan secara mutlak kepada terbentuknya masyarakat sipil, maka hal ini akan menjadi penanda bahwa kebebasan sebagai hasrat terkuat manusia telah berhasil dijunjung tinggi, sekaligus menjadi ciri kemajuan dari sebuah peradaban[4].
Masyarakat Sipil: Tantangan dan Jalan Keluar Dilema Sosial
            Beragamnya aspek kehidupan masyarakat, seperti; aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya, menghasilkan aneka sudut pandang atas perilaku manusia sebagai mahluk politik. Altruisme sosial yang hingga kini masih menjadi perdebatan di banyak pihak mengenai baik atau tidaknya muncul sebagai penghalang besar yang siap memberangus terbentuknya masyarakat sipil.
            Guna menjawab tantangan tersebut, tak heran gagasan dan originalitas pemikiran  para tokoh menjadi konsumsi perdebatan publik untuk mencari formulasi terbaik dari adanya kemelut besar ini. Ada John Stuart Mill, John Locke, Ludwig Von Mises, Von Hayek, sampai R.Nozick, etc yang berdiri di kanan, yang mendasarkan argumentasinya kepada ilham kebebasan bahwa manusia adalah mahluk yang perlu untuk mendapatkan ruang guna dapat menyalurkan hak-hak alamiahnya. Para tokoh pada gaya pemikiran ini mendorong agar masyarakat sipil terbentuk yang tampil sebagai respon terhadap kritik yang diberikan para altruistic. Sementara di sisi lain (Baca:Kiri) seperti tokoh sekelas Marx, Gramsci dan intelektual mazhab Frankfurt yang menginginkan adanya penjelmaan Negara sebagai actor tunggal yang mengatur secara terpusat seluruh aspek kehidupan masyarakat. Jadi masyarakat tidak diberi hak untuk bebas, menjadi otonom untuk dapat membentuk gugus masyarakat sipil.
Musuh Masyarakat Sipil
Satu-satunya kekuatan yang dapat memangsa eksistensi masyarakat sipil adalah Negara. Negara, yang dimaksud dalam hal ini, adalah Negara yang mengambil alih seluruh hak-hak alamiah masyarakat dan mengunci seluruh potensi yang dimiliki oleh warga Negara. Contohnya dalam aspek ekonomi, Negara leviathan[5] tidak menempatkan proses produksi sebagai sumber pemicu konflik dalam masyarakat karena tidak terjadinya pemerataan ekonomi-sosial, tetapi yang terpenting adalah proses distribusi yang mutlak harus tersebar secara merata kepada semua kelas sosial masyarakat tanpa terkecuali.[6]
Berangkat dari adanya kecemasan yang begitu besar tidak meratanya pembagian hasil-hasil proses produksi ini maka logika yang digunakan oleh Negara adalah tidak akan ada kekuatan besar lain yang bisa mengurusi dan menjaga hak-hak dasar alamiah masyarakat, selain Negara itu sendiri. Ini yang berbahaya, sebagaimana pernah dikutip dalam the times: ketika penguasa menampilkan diri tersamar sebagai organisasi, maka sang penguasa ini mengembangkan guna-guna yang cukup mempesona untuk mengonversi komunitas-komunitas orang-orang bebas menjadi Negara totalitarian.[7]
Simpulan:Masyarakat Sipil sebagai satu keniscayaan
            Civil Society, kapitalisme, dan modernisasi sudah selayaknya diyakini sebagai satu konsekuensi yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Akan tetapi, upaya menerima kodrati alamiah manusia ini bukan untuk menyatakan bahwa semua yang tergagas (Baca:Masyarakat Sipil, Kapitalisme) adalah yang terbaik bagi dunia kita saat ini. Seperti satu simpulan penting Fukuyama dalam tesisnya the end of history (1989) bahwa kapitalisme perlu berupaya secara terus menerus untuk melakukan koreksi dan perbaikan diri untuk mewujudkan tata kehidupan manusia yang terbaik dari yang terburuk.


[1] Mahasiswa Administrasi Negara Fakultas ISIP, 2010, Universitas Jember

[2] Nigel Ashford.  Prinsip-Prinsip Masyarakat Merdeka. 2008

[3] ibid

[4] Salah satu cirri utama kemajuan peradaban manusia adalah teradinya dinamisasi, pergesekan yang kuat di dalam masyarakat, sehingga tidak stagnan dan selalu haus dengan hal-hal yang baru dan inovatif.

[5] Hobbes

[6] Disampaikan Supriyadi dalam penyampaian materi mata kuliah kuliah Sistem Pol. Indonesia, 2012

[7] Von Hayek. Ancaman kolektivisme, bab 13. Hal 225
Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !


 
Support : Ensiklopediakku | CeritaJember
Copyright © 2013. Cerita Jember - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by CeritaJember
Proudly powered by Ensiklopediakku